Tuesday, May 29, 2012

Penanti Hujan

jika hujan adalah rindu maka pelangi adalah penantian dan... jika rintik adalah tangis anggap saja aku menangis menantimu   ~aku begitu merindukan pelangi, itu kenapa aku selalu menanti hujan Aku duduk memperhatikan rintik yang membasahi kaca jendela. Ada melodi yang tak terdengarkan saat titik-titik air itu menghentak. Mendobrak benteng pertahananku untuk tetap diam tersenyum. Sungguh, ingin kunikmati sejuknya. Merasai penantian yang kata orang itu disebut rindu. Ah! Benarkah aku sedang merindu, rindu yang kumaknai sebagai sekumpulan asa yang kadang tak kumengerti. Bisa saja kusebut sebuah kebingungan memaknai perasaanku sendiri. Serasa melihat diri di pelataran hujan, menggenggam pelangi yang telah berapa musim kurindukan. Namun, yang ada hanya aroma tanah basah. Bergumpal, lalu menerobos indra penciuman. Berputar film hitam putih yang membuatku kian sesak mengenang diriku dalam bayang. Alpa dan nista. Aku sudah terlalu malu untuk meminta maaf pada Sang Pemilik hujan sore ini. Tiba-tiba suara nyaring menyentakkanku. "Bu Rani, lihat deh.. lihat Bu... ada pelangi!!" aku memalingkan pandanganku pada sosok keriting yang matanya penuh dengan binar takjub, tangan kecilnya menarik-narik tubuhku yang saat itu sedang tak bertenaga, air mataku hampir saja tumpah jika saja tak melihat tawanya saat itu. Tia, sosok comel yang baru berumur 5 tahun menunjuk kearah luar jendela. Ada warna-warni membias seakan tersenyum. Membentuk lukisan indah tiada tara. Bisa kurasakan kasih sayang Allah dari uraian spectrum yang kini memberikan sebuah pencerahan bukan saja untukku, tapi untuk semua hati kini tergetar menatap indahnya. "Pelangi bu..." aku tersenyum lalu mengelus rambutnya yang acak. "Tuh kan Bu, apa tia bilang...tunggu saja hujan, nanti ada pelangi.” aku mengangguk setuju. Menyeka mataku, lalu bergegas mengajaknya ke ruang belajar. "Terimakasih" ucapku dalam hati. Aku tahu, bukan hanya aku yang merindukan pelangi. Tia, dan semua penanti.